Rabu, 13 Oktober 2010

tugas MBS kelompok 6

TUGAS
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Kelas E :
Eka Nursanti                     292008002
Irfan Novianto                  292008098
                                         Ririn Yunita sari               292008114
Arry Nugraheni                292008130
Verena Natania P             292008168
                                        Putri Ayu Kusuma D        292008152
Riza Angga Fauzan          292008177

PROGRAM STUDI SI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2010
Artikel Perkembangan pelaksanaan MBS di Kanada dan di Indonesia

Sebelum diterapkannya MBS di Kanada, kondisi awalnya adalah semua kebijakan ditentukan dari pusat. Model MBS di Kanada disebut school- site Decision Making (SSDM) atau pengambilan keputusan diserahkan pada tingkat sekolah. MBS di Kanada sudah dimulai sejak tahun 1970. Desentralisasi yang diberikan kepada sekolah adalah alokasi sumber daya bagi staf pengajar dan administrasi, peralatan dan pelayanan. Ciri-ciri MBS di Kanada sebagai berikut : penentuan alokasi sumber daya ditentukan oleh sekolah, alokasi anggaran pendidikan di masukkan ke dalam anggaran sekolah, adanya program efektifitas guru dan adanya program pengembangan profesionalisme tenaga kerja. Perkembangannya di Kanada setiap tahun survey pendapat dilakukan oleh para siswa, guru, kepala sekolah, staf kantor wilayah dan orang tua yang memungkinkan kepuasan mereka tentang pengelolaan dan hasil pendidikan.
Sedangkan, model MBS di Indonesia di sebut Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). MPMBS dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, fleksibilitas kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. MPMBS merupakan bagian dari Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Perkembangannya diIndonesia yaitu adanya Otonomi sekolah dalam artian kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku. Sedangkan pengambilan keputusan partisipatif adalah cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik dimana warga sekolah didorong untuk terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan yang dapat berkontribusi terhadap pencapaian tujuan sekolah. Sehingga diharapkan sekolah akan menjadi mandiri dengan ciri-ciri sebagai berikut : tingkat kemandirian tinggi, adaptif, antisipatif, dan proaktif, memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber dayanya, memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisi kerja, komitmen yang tinggi pada dirinya dan prestasi merupakan acuan bagi penilaiannya.

Lima kebijakan pokok dalam standar manajemen internasional sudah menjawab masalah-masalah pendidikan di Hongkong  yaitu

Model MBS di Hongkong lebih dikenal sebagai School Management Initiative (SMI), yang menekankan pada inisiatif sekolah dalam menajamen sekolah. Lahirnya kebijakan SMI ini ialah untuk memecahkan beberapa masalah-masalah pendidikan, seperti: tidak memadainya proses dan struktur manajemen, buruknya pemahaman peran dan tanggung jawab, tidak adanya pengukuran kemampuan, menekankan pada kontrol yang mendetail daripada kerangka kerja tanggung jawab dan akuntabilitas, serta menekankan pada pengendalian biaya margin daripada efektivitas biaya dan nilai uang. Munculnya model SMI didasari oleh usaha untuk memperbaiki mutu pendidikan dengan memperluas kesempatan sekolah dan sistem pendidikan, perbaikan pada input sumber daya, serta perbaikan fasilitas belajar-mengajar seperti program remedial, bimbingan siswa, dan beberapa penataran dalam-jabatan (inservice training). Kebijakan ini mengubah model manajemen yang sentralistik, serta memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah dalam hal pengelolaan dan pendanaan pada tingkat sekolah yang bersangkutan.
Model SMI menetapkan peran-peran mereka yang bertanggung jawab atas pengelolaan sekolah, terutama sponsor, “managers” dan kepala sekolah.Hal tersebut memberikan peluang yang lebih besar bagi guru, orang tua, dan alumni (former students) untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan (decision making), manajemen; mendorong perencanaan dan evaluasi kegiatan sekolah yang lebih sistematik, serta memberikan fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah dalam hal pemanfaatan sumber daya yang dimiliki.Prinsip penyelenggaraan sekolah menekan-kan pada manajemen-bersama (joint management), serta mendorong partisipasi guru, orang tua, dan siswa dalam penyelenggaraan sekolah. Kerangka acuan SMI berisikan lima kelompok kebijakan, yaitu: (a) peran dan hubungan baru untuk Departemen Pendidikan; (b) peran baru bagi komite manajemen sekolah, para sponsor, pengawas sekolah dan kepala sekolah; (c) fleksibilitas yang lebih besar dalam keuangan sekolah; (d) partisipasi dalam pengambilan keputusan; serta (5) sebagai kerangka acuan dalam hal akuntabilitas.
Site-Based Management dalam pelaksanaan MBS di Amerika Serikat dengan 3 komponen penting, yaitu: (1) Delegasi kewenangan (otoritas) kepada individu sekolah untuk membuat keputusan mengenai program pendidikan sekolah yang berkaitan dengan personel, pendanaan, dan program; (2) Pengadopsian suatu model pengambilan keputusan bersama pada level sekolah oleh tim manajemen termasuk kepala sekolah, guru, orang tua, dan sewaktu-waktu siswa dan anggota masyarakat lainnya; (3) Suatu pengharapan bahwa Site-Based Management akan memfasilitasi kepemimpinan pada level sekolah dalam hal upaya peningkatan kualitas sekolah.
8 Motif diterapkannya MBS diIndonesia
Delapan motif Dilaksanakannya Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah dilaksanakan dengan pertimbangan dan motif sebagai berikut:
1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan  ancaman bagi dirinya, sehingga dia dapat  mengoptimalkan pemanfaatan sumber?daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.
2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input dan output pendidikan yang akan dikembangkan dan  didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan  kebutuhan peserta didik;
3. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih tepat untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya (tidak sentralistik);
4. Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif apabila masyarakat setempat juga ikut mengontrol;
5. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah, menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat;
6. Sekolah bertanggung jawab tentang mutu pendidikan sekolah masing-­masing kepada p6merintah, orang tua peserta didik, dan  masyarakat pada umumnya. Sekolah akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan;
7. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya inovatif dengan dukungan orangtua peserta didik, masyarakat, dan  pemerintah daerah.
8. Sekolah dapat secara tepat merespon aspirasi masyarakat dan  lingkungan yang berubah dengan cepat.
Satu motif terpenting dari penerapan MBS di suatu sekolah : Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input dan output pendidikan yang akan dikembangkan dan  didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan  kebutuhan peserta didik;

Hambatan Dalam Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS), sebagai berikut :
a)      Tidak berminat untuk terlibat
Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.
b)      Tidak efisien
Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu.
c)      Pikiran kelompok
Setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif karena mereka akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah mulai terjangkit “pikiran kelompok.” Ini berbahaya karena keputusan yang diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.
d)     Memerlukan latihan
Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini. Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan keputusan, komunikasi dan sebagainya.
e)      Kebingungan atas peran dan tanggung jawab baru.
Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab pengambilan keputusan.
f)       Kesulitan koordinasi
Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu, kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah.
1        Pihak yang paling banyak mengubah peranannya dalam pengelolaan pendidikan
a.   Peran Dinas Pendidikan masih terlihat kurang mendukung penerapan MBS.
b.   PEran orang tua siswa masih kurang
c.   Kekuasaan dan kewenangan sekolah masih kurang, sehingga perlu ditingkatkan.
d.  SDM baik guru maupun pegawai TU masih perlu ditingkatkan agar supaya kinerjanya maksimal.
Saran pemecahan tentang kendala-kendala pelaksanaan MBS :
a.   Seringkali petugas Dinas Pendidikan tidak sebagai pendukung dari belakang atas pelaksanaan MBS ini tetapi masih sering ingin tampil di depan. Peran yang demikian justru menghambat penerapan MBS dalam rangka terjadinya efektivitas sekolah dan peningkatan mutu pendidikan secara umum. Seharusnya Dinas Pendidikan mendukung penerapan MBS secara penuh dengan cara sebagai pendukung dari belakang atas pelaksanaan MBS. Sehingga efektivitas sekolah dan peningkatan mutu pendidikan dapat meningkat.
b.   Orang tua harus lebih didorong agar berperan aktif bukan hanya dalam pendanaan sekolah tetapi juga dalam proses pembelajaran. Artinya partisipasi orang tua harus diarahkan untuk memikirkan kemajuan sekolah secara umum dan terutama dalam peningkatan mutu sekolah. Orang tua harus lebih berperan aktif dalam mengembangkan program sekolah serta lebih aktif dalam membimbing belajar anaknya di rumah.
c.   Hakikat MBS adalah dimilikinya kekuasaan, kewenangan dan otonomi di tingkat sekolah itu sendiri. Tanpa itu maka sekolah tidak akan dapat menjalankan program-programnya secara lancar dan bertanggung jawab. Secara umum dari rekomendasi di atas tampak sekali bahwa pada masa transisi ini peran birokrat pendidikan masih menonjol, sementar itu sekolah belum sepenuhnya diberdayakan. Kondisi inilah yang sedikit demi sedikit harus dikikis dan sekolah diberikan kekuasaan, kewenangan, dan otonomi yang sebesar-besarnya sehingga bisa mengatur rumah tangganya sendiri dengan leluasa.
d.  Baik guru maupun pegawai tata usaha seharusnya lebih peka terhadap perkembangan informasi yang ada sehingga mereka tidak ketinggalan dengan perubahan globalisasi.

Karakteristik MBS secara keseluruhan ditinjau dari segi pengelolaan kekuasaan ditingkat sekolah :
a.       Kemandirian
Implementasi MBS memungkinkan gagasan dan pemikiran serta sumber daya sekolah yang dapat diolah secara langsung sesuai dengan kebutuhan murid yang dilayani, maka tujuan utama MBS adalah untuk menjamin mutu pembelajaran anak didik/para siswa yang berpijak pada asas siswa. Asas ini mengandung makna yang sangat mendasar, karena kepentingan dan aspirasi stakeholders (terutama orang tua) adalah terciptanya kondisi dan situasi yang kondusif dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah untuk kepentingan prestasi hasil belajar dan kualitas pengembangan pribadi putra dan putrinya. Implikasinya adalah kinerja kepemimpinan sekolah, mutu mengajar, fasilitas sekolah, program-program sekolah dan layanan lainnya di sekolah haruslah ditujukan pada jaminan terwujudnya layanan pembelajaran yang bermutu dan pengembangan pribadi para siswa sesuai dengan yang dicita-citakan.
b.      Transparansi dan akuntabilitas
Implementasi MBS merupakan implementasi manajemen sekolah yang ditandai dengan team work dan kebersamaan antara penyelenggara dengan stakeholders. Hal tersebut menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas yang terukur kepada stakeholders sebagai pihak yang berkepentingan terhadap penyelenggaraan pendidikan.
c.       Partisipasi masyarakat
Kondisi keterlibatan pihak-pihak yang berkepentingan memungkinkan lahirnya keputusan- keputusan yang lebih baik dalam pengelolaan sekolah. MBS pun diharapkan dapat meningkatkan mutu komunikasi di antara berbagai pihak yang berkepentingan, yang meliputi Kantor Dinas Pendidikan setempat, kepala sekolah, guru-guru, orang tua, anggota masyarakat setempat, dan anak didik.
d.      Peningkatan kesejahteraan
Implementasi MBS antara lain ditandai dengan adanya dewan sekolah yang esensinya berbeda dengan BP3 (Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan). Dalam peran dan fungsinya yang berjalan sekarang, kemitraan BP3 terbatas pada aspek-aspek pemenuhan kebutuhan finansial, sarana prasarana sekolah, dan fasilitas pendidikan. Akan tetapi dalam kaitannya dengan upaya peningkatan kesejahteraan personil sekolah, MBS dapat menjadi saran yang penting melalui pemberdayaan dewan sekolah dan optimalisasi kemandirian yang dimiliki sekolah.Sejauh ini, belum ada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa implementasi MBS dapat meningkatkan kesejahteraan personil sekolah. Akan tetapi dengan kemandirian yang dimiliki, sekolah dapat melakukan terobosan-terobosan baru yang berimplikasi pada peningkatan kesejahteraan personil sekolah.
e.       Peningkatan kualitas sekolah
Untuk sementara ini, hasil-hasil kajian belum koherensi mengenai hubungan yang berarti antara format MBS dengan peningkatan hasil belajar murid, menurunnya angka putus sekolah, meningkatkan partisipasi sekolah (APK/APM), dan mutu disiplin murid. MBS mampu mewujudkan tata kerja yang lebih baik dalam empat hal berikut: 1) meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya dan penugasan staf, 2) meningkatkan profesionalisme guru, 3) munculnya gagasan-gagasan baru dalam implementasi kurikulum, dan 4) meningkatkan mutu. partisipasi kondisi-kondisi tersebut dapat dipandang sebagai hasil antara yang sangat potensial bagi peningkatan kinerja dan hasil belajar murid.
Prinsip-prinsip good governance dalam penerapan MBS
Prinsip good governance dalam penerapan MBS  yaitu menyangkut prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas. Prinsip transparansi merupakan suatu gagasan dan nilai untuk mengatur pola hubungan antara sekolah , keluarga dan masyarakat . Sehingga dalam semua kegiatan pembelajaran yang telaksana dapat diketahui secara transpran oleh pihak yang tersebut diatas.Prinsip partisipasi juga sangat baik dalam upaya pemberdayaan SDM dari pihak keluarga , masyarakat khususnya lingkungan sekolah., prinsip akuntabilitas sangat mendukung berkembangnya pola penerapan MBS dalam pendidikan , dalam kaitannya dengan proses pembelajaran sampai pada kinerja administrasi.
Illustrasi penerapan prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas dalam pelaksanaan pembelajaran dikelas :
a.       Prinsip Partisipasi
Penerapan dalam pembelajaran dikelas adalah tanggung jawab atas kebersihan kelas. Semua siswa harus aktif melaksanakan jadwal piket yang telah ditetapkan. Sedangkan guru harus mengawasi ketertiban jadwal piket anak didiknya.
b.      Prinsip Transparansi
Pemasukan dan pengeluaran uang kas harus diketahui seluruh siswa. Untuk mengetahui transparansi keuangan kelas. Guru harus mengawasi keungaan anak didiknya, supaya tidak terjadi korupsi didalam kelas.
c.       Prinsip Akuntabilitas
Contoh prinsip akuntabilitas didalam pembelajaran adalah Siswa harus bertanggung jawab atas semua tugas dan pelajaran yang telah diterima kepada guru dan orang tuanya.

Latar belakang perlunya implementasi MBS :
 Berdasarkan latar belakangnya, Munculnya gagasan MBS ini dipicu oleh ketidakpuasan atau kegerahan para pengelola pendidikan pada level operasional atas keterbatasan kewenangan yang mereka miliki untuk dapat mengelola sekolah secara mandiri. Umumnya dipandang bahwa para kepala sekolah merasa nirdaya karena terperangkap dalam ketergantungan berlebihan terhadap konteks pendidikan. Akibatnya, peran utama mereka sebagai pemimpin pendidikan semakin dikerdilkan dengan rutinitas urusan birokrasi yang menumpulkan kreativitas berinovasi.
 Contoh kriteria keberhasilan implementasi MBS dalam meningkatkan mutu  sekolah :
Peningkatan mutu sekolah dalam upaya keberhasilan MBS sangat penting. MBS mempunyai fungsi yaitu untuk mencapai mutu dan relevansi pendidikan yang setinggi-tingginya. Kriteria yang digunakan MBS untuk mencapai keberhasilan yaitu keterlibatan masyarakat, guru, dan orang tua serta stakeholders yang dapat meningkatkan kualitas peserta didik.

Keterkaitan antara Standar Pelayanan Minimal bidang pendidikan dengan MBS:
Standar Pelayanan Minimal merupakan bagian yang saling berkaitan dengan MBS. Standar Pelayanan Minimal merupakan komponen pendidikan yang digunakan untuk menentukan kurikulum, ketenagaan, organisasi, manajemen sekolah dan peran serta masyarakat. Sehingga SPM diharapkan menjadi rambu-rambu minimal yang dijadikan pegangan bagi penyelenggaraan pendidikan untuk menjaga kualitas pendidikannya.
Contoh Standar Pelayanan Minimal pengelolaan sekolah dan bidang sarana prasarana sekolah yang harus ada di SD/MI :
Sarana dan prasarana sekolah yang harus menjadi pertimbangan minimal dalam penyelenggaraan sekolah adalah berkaitan dengan lahan dan ruang, seperti ruang pendidikan dan pengajaran (kelas, laboratorium, ruang kesenian), ruang administrasi, ruang penunjang (ibadah, koperasi, OSIS, serba guna), perabot, alat dan media pendidikan, serta ketersediaan buku pelajaran dan bacaan.



1 komentar: