Kamis, 14 Oktober 2010

STRATEGI PENERAPAN MBS DI INDONESIA

MAKALAH
Manajemen Berbasis Sekolah
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Slameto, M.Pd


Disusun oleh : Kelas E
Anggota :
1.Astri Yoda Arnaningrum 292008010
2.Tri Hartanti 292008026
3.Nurinayah 292008046
4.Aris Chandra Wibowo 292008061
5.Untari 292008104
6.Alfera Bekti Susanti 292008141


Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2010



Abstraksi

Dalam bidang pendidikan, pemerintah telah menetapkan delapan standar pendidikan. Salah satu isi standar itu adalah standar pengelolaan. Berhubungan dengan pengelolaan sekolah maka pemerintah juga membuat gagasan yang sudah diterapkan di negara lain yang di kenal dengan Manajemen Berbasis Sekolah.
Manajemen pendidikan merupakan alternatif strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Hasil penelitian balitbang diknas menunjukkan bahwa manajemen sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan.
Manajemen pendidikan juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, menengah, maupun tujuan jangka panjang. Dan sekolah diberikan kewenangan khusus untuk mengembangkannya.
MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (perlibatan masyarakat ) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. MBS menuntut perubahan tingkah laku kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi dalam mengoperasikan sekolah.

Pendahuluan
1.Latar Belakang
Sebuah program yang direncanakan tidak akan berjalan dan berhasil secara maksimal apabila tidak tersedia berbagai faktor pendukung. Faktor pendukung bisa berasal baik dari internal maupun eksternal. Dalam implementasi MBS, secara luas dan mendasar yang amat diperlukan adalah dukungan politik baik itu sekedar political will maupun dalam bentuk peraturan dan perundang-undangan formal. Dukungan finansial, dukungan sumber daya manusia beserta pemikirannya, dan sarana dan prasarana lainnya juga menjadi faktor pendukung yang penting.
Akhirnya, banyak waktu dan tenaga yang dicurahkan oleh para partisipan sekolah dalam implementasi MBS yang belum komplet tersebut. Konsekuensinya adalah munculnya kefrustasian, ketidakpuasan, menghabiskan tenaga dan akhirnya segera kembali kepada pola sebelumnya. Dampak dari kesalahan semacam ini adalah menurunkan kepercayaan lembaga untuk mengubah dirinya menuju masa depan.
Oleh karena itu, pada tahap awal inisiasi MBS harus dipersiapkan program sosialisasi yang matang agar berbagai pihak yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan di sekolah menyadari akan arti pentingnya implementasi MBS. Setelah timbul kesadaran itu maka langkah selanjutnya adalah memberikan pelatihan teknis implementasi MBS.
Dalam suasana seperti ini tampaknya yang diperlukan adalah pengetahuan dan ketrampilan tentang perubahan organisasi atau dinamika organisasi. Perubahan organisasi itu menjadi penting untuk dikemukakan karena orang sering melupakannya dengan asumsi suatu program baru dapat langsung dilaksanakan tanpa mengubah kebiasaan individu, kelompok dan organisasinya. Tetapi, ketika program itu mencakup sesuatu hal yang amat mendasar dan menyeluruh maka akan menghadapi kendala bila tidak dilakukan perubahan organisasinya.

2.Masalah
Strategi yang digunakan untuk mengorganisasi dan menyampaikan program dan pelayanan sekolah serta bagaimana cara mengelola sekolah yang dapat dikatakan sukses

3.Tujuan
Meningkatkan keprofesionalan dan manajerial sekolah secara utuh. Dengan meningkatkan mutu dan sarana prasarana yang mendukung proses pembelajaran.

4.Manfaat
Orangtua : Memberi pemahaman dan bimbingan pribadi di lingkungan rumah pada anak serta pengawasan terhadap anak dalam setiap aktivitas dan pendidikannya dilingkungan rumah.
Guru : Meningkatkan motivasi guru untuk mengembangkan kreatifitas pengajaran. Dan mengembangkan pola pikir guru untuk meningkatkan daya minat siswa dalam proses belajar
Kepala Sekolah : memperketat pengawasan terhadap semua aktifitas dan kinerja seluruh pengelola kelas. Dan menjalankan kebijakan-kebijakan yang sudah ditetapkan.


Pembahasan

Penerapan MBS di berbagai negara yaitu Kanada, Hongkong, Amerika Serikat dan akhirnya membawa dampak penerapan MBS di Indonesia. Pertama penerapan MBS di Kanada Pendekatan yang digunakan yang dikenal sebagai ( school site Decision-Making ) telah menghasilkan desentralisasi alokasi sumber daya, tenaga pendidik dan kependidikan, perlengkapan, layanan pendidikan dan sebagainya. Menurut nurcholis, kemunculan MBS di Kanada didasari oleh kelemahan manajerial pendekatan fungsional yang mengintrol dan membatasi partisipasi bawahan, yang artinya tidak adanya keseimbangan antara atasan dan bawahan karena kekuatan bawahan diabaikan. Agar kekuatan bawahan menjadi suatu kekuatan nyata maka perlu dilembagakan dalam bentuk MBS. School-site Decision Making dapat dilihat sebagai : solusi bagi ketidakseimbangan ( kekuasaan ) antara atasan dan bawahan, dalam konteks sosial, sebagai alternatif baru bagi sistem administrasi, strategi administratif untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan sekolah. Kedua MBS yang diterapkan di Hongkong. Di Hongkong memiliki 5 kelompok kebijakan SMI yaitu :
1.Peran dan hubungan baru bagi Departemen Pendidikan
2.Peran baru bagi komite manajemen sekolah, para sponsor, pengawas sekolah dan kepala sekolah
3.Fleksibilitas yang lebih besar dalam keuangan sekolah
4.Partisipasi alam pengambilan keputusan
5.Sebagai kerangka acuan dalam hal tingkatam individual dan tingkatan saekolah secara menyeluruh.
Pilar SMI di Hongkong dipilah menjadi 2 bagian yaitu : sistem pelaporan dan akuntabilitas. Yang dimaksud disini, pelaporan atau penilaian direkomendasikan dan diminta untuk dikonsultasikan kepada dewan serta memperhatrikan penilaian yang dimiliki. Serta akuntabilitas sekolah yang dimaksud sebagai suatu keseluruhan perlu membuat raencana tahunan sekolah, menetapkan tujuan dan kegiatan yang ingin dicapai serta mempertanggungjawabkannya. Jadi SMI didasari oleh usaha untuk memperbaiki mutu pendidikan dengan memperluas kesempatan sekolah dan sistem pendidikan. Dalam penyelenggaraan sekolah menekankan partisipasi guru, orangtua, dan siswa tentunya.
Penerapan MBS yang ketiga pada Negara Amerika Serikat. Site-based management dilatarbelakangi oleh munculnya pertanyaan diseputar relevansi dan korelasi hasil pendidikan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Maksudnya kinerja sekolah-sekolah di AS tidak sesuai dengan tuntutan yang diperlukan siswa untuk terjun didunia kerja. Indikasinya adalah prestasi siswa untuk mata pelajaran matematika dan IPA tidak memuaskan. Oleh karena itu MBS di Amerika Serikat sedikit diperbaharui, kemudian Reynolds (1997) menyarankan perlunya restrukturisasi sekolah yang mencakup 4 area utama, yaitu:
a.Bagaimana cara memandang siswa dan pembelajaran
b.Bagaimana cara mendefinisikan program pengajaran dan pelayanan yang diberikan
c.Bagaimana cara mengorganisasi dan menyampaikan program dan pelayanan
d.Bagaimana cara mengelola sekolah
Dari ketiga pandangan penerapan MBS diatas dapat lilihat bagaimana pengaruh yang besar hingga terlahirnya penerapan MBS di Indonesia. Dasar hukum penerapan MBS di Indonesia adalah UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. MBS di Indonesia bertujuan untuk membuat sekolah menjadi lebih mandiri dan menigkatkan partisipasi masyarakat. Program ini menekankan pada tiga komponen, yaitu MBS, Peran Serta Masyarakat (PSM), dan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Ketiga komponen itu tertuang dalam Propenas 2000-2004 sebagai program untuk mengembangkan pola penyelenggaraan pendidikan berdasarkan MBS untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya pendidikan dengan memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat.
Pada tahun 1999 dengan bekerjasama serta bantua dari UNESCO dan UNICEF, program MBS telah dirintis di 124 SD/MI, yang tersebar di 7 kabupaten pada propinsi Jateng (Kab.Magelang, Banyumas, dan Wonosobo), Jatim (Kab.Probolinggo), Sulsel (Kab.Bontang), dan NTT (Kota Kupang). Pada tahun 2002 pemerintah New Zealand membantu pendanaan untuk memantapkan dan menyebarkan program tersebut ditujuh kabupaten/kota rintisan serta untuk mendiseminasikan program ditujuh kabupaten lainnya di Indonesia Timur, termasuk Papua dan NTB. Jumlah SD/MI berkembang menjadi 741 SD/MI. Diseminasi program oleh UNICEF di sejulah kabupaten di pulau Jawa juga dilakukan dengan menggunakan bantuan dana dari bank Niaga, BFI, Chef for Kids, dan City Bank. Beberapa bantuan juga diberikan oleh lembaga bantuan Australia (AusAID), sehingga pada tahun 2004 program tersebut telah berkembang ke 40 kabupaten di 9 propinsi dengan 1479 SD/MI.
Replikasi program juga telah dilaksanakan oleh pemerintah pusat di 30 propinsi di Indonesia. USAID- lembaga bantuan dari pemerintah Amerika Serikat juga telah mengembangkan pragram MBS sejenis di Jawa Timur dan Jawa Tengah yaitu Managing Basic Education (MBE), serta pada tahun 2004 model MBS juga dilaksanakan di 3 kabupaten Jawa Timur dengan dukungan Indonesia-Australia Partnership in Basic Education (IAPBE). Mulai tahun 2005, USAID juga memberikan bantuan untuk model MBS ini di 7 propinsi di Indonesia melalui program Decentralized Basic Education (DBE).
Dari paparan diatas kita dapat mengetahui motifmotif diterapkannya MBS di Indonesia. Ada 8 motif diterapkannya MBS :
a.Motif ekonomi
b.Motif profesional
c.Motif politik
d.Motik efisiensi administrasi
e.Motif finansial
f.Motif prestasi siswa
g.Motif akuntabilitas
h.Motif efektivitas sekolah
Dari motif-motif tersebut diatas, motif terpenting dari penerapan MBS disatu sekolah adalah motif efektivitas sekolah karena dalam motif efektivitas sekolah sudah mencakup semua komponen yang memang harus ada dalam suaru sekolah. Komponen-komponen tersebut adalah
a.Kepemimpinan yang kuat, apa bila sebuah sekolah dipimpin oleh seorang pemimpin yang kuat pasti para bawahanya juga akan kuat dan kegiatan sekolah dapat terorganisir dengan baik.
b.Para guru yang terampil dan berkomitmen tinggi, apa bila sebuah sekolah dididik oleh seorang yang mempunyai keterampilan yang tinggi maka pembelajaran tidak akan membosankan karena para guru akan selalu membuat variasi dalam pembelajaran sehingga peserta didik tidak pernah merasa bosan dan lebih mudah menangkap materi yang diberikan.
c.Mutu pembelajaran yang difokuskan untuk peningkatan prestasi siswa. Mutu pembelajaran sangat penting untuk meningkatkan pestasi belajar siswa karena dengan pelaksanaan pembelajaran yang baik dan tidak membosankan secara otomatis materi yang disampaikan akan lebih mudah ditangkap oleh peserta didik sehingga prestasi peserta didik sedikit demi sediket akan meningkat.
d.Rasa tanggung jawab terhadap hasil. Sekolah yang yang berkulitas tinggi pasti meghasilkan lulusan yang baik oleh karena itu apa bila ingin menjadikan sekolah yang berkualitas maka harus diadakan penbelajaran yang mendukung atau menciptakan lulusan yang baik karena terciptanya lulusan yang baik dipengaruhi oleh proses yang baik pula.

Kemudian dari motif penerapan MBS dapat disimpulkan bagaimana karakter MBS yang harus diterapkan di Indonesia sehingga dapat menjadi sekolah yang mandiri. Karakteristik manajemen berbasis sekolah tentunya tidak terlepas dari pendekatan input, proses, output pendidikan.
a.Input Pendidikan
1.Memiliki kebijakan, tujuan dan sasaran mutu yang jelas.
2.Tersedianya sumberdaya yang kompetitif dan berdedikasi.
3.Memiliki harapan prestasi yang tinggi.
4.Komitmen pada pelanggan
b.Proses pendidikan
1.Efektifitas yang tinggi dalam proses belajar mengajar
2.Kepemimpinan yang kuat.
3.Lingkungan sekolah yang nyaman.
4.Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif.
5.Tim kerja yang kompak dan dinamis.
6.Kemandirian, partisipatif dan keterbukaan (transparansi)
7.Evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan.
8.Responsif, antisipatif, kominikatif dan akuntabilitas.
c.Out put yang diharapkan
Tujuan umum peyelenggaraan pendidikan dan konsep dasar manajemen berbasis sekolah.

Karakteristik Sekolah Mandiri Dengan MBS selanjutnya,melalui penerapan MBS akan nampak karakteristik dari profil sekolah mandiri, di antaranya sebagai berikut:
a.Pengelolaan sekolah akan lebih desentarlistik.
b. Perubahan sekolah akan lebih didorong oleh motivasi internal dari pada diatur oleh luar sekolah.
c.Regulasi pendidkan menjadi lebih sederhana.
d.Peranan para pengawas bergeser dari mengontrol menjadi mempengaruhi dan mengarahkan menjadi menfasilitasi dan dari menghindari resiko menjadi mengelola resiko.
e.Akan mengalami peningkatan manajemen.
f.Dalam bekerja, akan menggunakan team work.
g.Pengelolaan informasi akan lebih mengarah kesemua kelompok kepentingan sekolah.
h.Manajemen sekolah akan lebih menggunakan pemberdayaan dan struktur organisasi akan lebih datar sehingga akan lebih sederhana dan efisien.

Dalam pelaksanaan MBS ada beberapa hal yang mensyaratkan harus adanya prinsip-prinsip dalam penerapan MBS , yaitu sebagai berikut :
a.Partisipasi
Partisipasi berarti memberikan kesempatan warga sekolah dan masyarakat untuk terlibat secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan.
Ilustrasi penerapannya misalnya setiap 2 bulan sekali di sekolah diadakan rapat yang dihadiri oleh komite sekolah, kepala sekolah, guru, karyawan, orang tua murid atau wali murid jika merupakan suatu yayasan dapat juga ketua yayasan untuk memantau perkembangan sekolah serta evaluasi pendidikan serta memberikan solusi-solusi dalam setiap masalah yang dimiliki oleh sekolah.
b.Transparansi
Yang dimaksud dengan transparansi adalah keterbukaan dalam program dan keuangan. Kerjasama yang dimaksud adalah adanya sikap dan perbuatan lahiriah kebersamaan untuk meningkatkan mutu sekolah.
Ilustrasi penerapannya misalnya orang tua murid mendapatkan hak untuk mengakses nilai anak mereka melalui sebuah web sekolah atau mendapatkan laporan nilai siswa dari guru kelasnya. Selain itu, orang tua murid mendapatkan transparansi keuangan setiap pembayaran SPP.
c.Akuntabilitas
Akuntabilitas berarti pertanggungjawaban sekolah kepada warga sekolahnya, masyarakat, dan pemerintah, melalui pelaporan dan pertemuan yang dilakukan secara terbuka. Akuntabilitas tidak terlepas dari delapan standar nasioanl pendidikan, yaitu :
Standar isi
Standar proses
Standar kompetensi lulusan
Standar pendidikan dan tenaga kependidikan
Standar sarana dan prasarana
Standar pengeloolaan
Standar pembiayaan
Standar penilaian pendidikan
Ilustrasi penerapannya misalnya setelah pembelajaran berlangsung selama 1 tahun atau 2 semester, kepala sekolah mengadakan rapat terbuka bersama warga sekolah, masyarakat, dan pemerintah mengenai hasil lulusan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan standar penilaian sekolah.

Dapat kita paparkan contoh penerapan prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas.
a.Prinsip Partisipasi
Dalam pembelajaran dikelas siswa harus aktif. Aktif bertanya, mencari materi sendiri dan berpartisipasif dalam proses belajar. Jadi guru tidak selalu menggunakan metode ceramah. Siswa aktif dan guru pasif.
b.Prinsip Transparansi
Dalam pembelajaran dikelas guru adil dan transparan dalam memberikan nilai. Tidak memandang dari segi apapun kecuali dari potensi kemampuan siswa yang dimiliki. Selain itu guru harus membuat silabus yang benar sebagai bukti yang nyata untuk proses pembelajaran.
c.Prinsip Akuntabilitas
Akuntabilitas dalam belajar dapat diwujudkan dikelas dengan cara guru menyelesaikan tanggungjawabnya sebagai guru. Harus mengajar sesuai jadwal dan kalender akademik. Menyelesaikan bahan ajar sesuai kurikulum. Sedang siswa bertanggungjawab atas semua dari hasil yang diperoleh, yaitu dalam bentuk prestasi dan nilai-nilai yang bagus.

Latar belakang implementasi MBS salah satunya yaitu adanya perbedaan antara negara, daerah, dan sekolah. Dengan demikian tingkat keberhasilannya pun akan berbeda pula. Untuk itu ada implementasi MBS dan juga strategi MBS. Contoh kriteria keberhasilan manajenen implementasi MBS dalam meningkatkan mutu sekolah:
a.Jumlah siswa yang mendapat layanan pendidikan semakain meningkat.
b.Kualitas layanan pendidikan menjadi lebih baik yang berdampak pada peningkatan prestasi akademik dan non akademik siswa.
c.Tingkat tinggal kelas menurun dan produktifitas sekolah semaki baik.
d.Relevansi pendidikan semakin baik karena program-program sekolah dibuat bersama-sama dengan warga masyarakat dan tokoh masyarakat yang disesuaikan dengan kebutuhan lingkungan masyarakat.
e.Terjadinya keadilan dalam penyelenggaraan pendidikan karena penentuan biaya pendidikan tidak dilakaukan secara pukul rata, tetapi didasarkan pada kemampuan ekonomi masing-masing keluarga.
f.Meningkatnya keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam pengambilan keputusan di sekolah, keputusan intruksional maupun organisasional.
g.Iklim dan budaya kerja sekolah semakin baik, berdampak positif terhadap kualitas pendidikan.
h.Kesejahteraan guru dan setaf sekolah membaik.
i.Terjadinya demokratisasi dalam penyelenggaraan pendidikan.

Kaitan SPM dengan MBS yaitu SPM digunakan sebagai alat ukur parameter yang berlaku secara nasional. Karena SPM pendidikan mencerminkan spesifikasi teknis layanan pendidikan dan merupakan bagian standar nasional. Indikator pencapaian SPM pendidikan adalah kuantitatif dan kualilatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi, yaitu berupa masukan, proses, hasil dan memanfaatkan pelayanan pendidikan di sekolah. Sedangkan pengertian pelayanan dasar adalah pelayanan pendidikan bagi siswa yang mutlak untuk dipenuhi. SPM bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan dapat dipertanggungjawabankan serta mempunyai batas waktu pencapaian.
Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berekreasi, serta sumber belajar lain yang diperlukan untuk menunjang tempat bermain / berolahraga, proses pembelajaran, termasuk penggunaan tekhnologi, informasi dan komunikasi. Sebuah SD/MI sekurang-kurangnya memiliki sarana dan prasarana sebagai berikut :
Ruang kelas
Ruang perpustakaan
Laboratorium IPA
Ruang Pimpinan
Ruang Guru
Tempat ibadah
Ruang UKS
Jamban
Gudang
Ruang sirkulasi





Penutup
1.Kesimpulan
Sistem manajemen pendidikan yang sentralistis telah terbukti tidak membawa kemajuan yang berarti bagi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya. Bahkan dalam kasus-kasus tertehtu, manajemen yang sentralistis telah menyebabkan terjadinya pemandulan kreatifitas pada satuan pendidikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Untuk mengatasi terjadinya stagnasi di bidang pendidikan ini diperlukan adanya paradigma baru dibidang pendidikan.
Seiring dengan bergulirnya era otonomi daerah, terbukalah peluang untuk melakukan reorientasi paradigma pendidikan menuju ke arah desentralisasi pengelolaan pendidikan. Peluang tersebut semakin tampak nyata setelah dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi pendidikan melaJui strategi pemberlakuan manajemen berbasis sekolah (MBS). MBS bukan sekedar mengubah penedekatan pengelolaan sekolah dari yang sentralistis ke desentralistis, tetapi lebih dari itu melalui MBS diyakini akan muncul kemandirian sekolah.
Melalui penerapan MBS, kepedulian masyarakat untuk ikut serta mengontrol dan menjaga kualitas layanan pendidikan akan lebih terbuka untuk dibangkitkan. Dengan demikian kemandirian sekolah akan diikuti oleh daya kompetisi yang tinggi akan akuntabilitas publik yang memadai.

2.Saran
Saran dari kelompok kami diantarannya yaitu :
a.Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya manajemen berbasis sekolah yang memberikan kewenangan penuh (otonomi) kepada sekolah dan guru dalam mengatur pendidikan. Karena tanpa manajemen tidak mungkin tujuan pendidikan dapat diwujutkan secara optimal,efektif,dan efisien.
b.Mbs juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan minat peserta didik, guru-guru, serta kebutuhan masyarakat setempat.
c.Untuk memenuhi persyaratan pelaksanaan mbs, kepala sekolah, guru dan tenaga adm harus mempunyai dua sifat yaitu profesional dan manajerial mereka harus memiliki pengetahuan yang dalam tentang peserta didik dan prinsip-prinsip pendidikan, sehingga segala keputusan yang diambil didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan pendidikan





Daftar Pustaka

Depdiknas. 2009. Manajemen Berbasis Sekolah.

Fattah. Nanang dan Ali. M. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Universitas Terbuka

http://hambatan manajemen berbasis sekolah.id

1 komentar:

  1. The best casino bonuses | DRMCD
    Find the best free slots, 춘천 출장샵 table games and other 강릉 출장마사지 casino bonuses in a row. Play for free or 여주 출장샵 for 제천 출장안마 real 통영 출장안마 money! All your favourite games at the casino.

    BalasHapus